Selembar

Keadaan semakin berkerucut, timbulah keringat hangat, dari selimut selimut matahari dan sejauh air guyur kepala, seperti konglomerat aku bergumam waktu itu, jalanpun terang sebab lampu lampu di hitam aspal terjal, sepertinya tak sadar kalau aku dimanjakan dengan barang-barang bualan, kadang tanggapun jalan pintas, tapi satu persatu semakin tua kayunya, hingga tak bisa ku jangkau jembatan, sudah habis kiranya ku berfikir dan habis pula putaran waktu itu, yang kuharap agar bantuannya untuk hidupiku, tapi hayalan hayalan awal yang hanya sebutir surga yang bahkan tak ada gunapun ikut menyeret aku dilubang-lubangnya, semakin ia bersorak semakin pekik telingaku, akhirnya kau disini kawan, bersela tunggu waktu, didepan cadar-cadar yang tak mungkin aku tembus lewat kedua mataku, kian rabun aku dibuanya, hingga gelap ahirnya kurasa, mencoba tanganku meraba temukan segala cara agar nafas ini terus berhembus, sampai pula aku disini, di pinggir pedesaan yang sepi akan suara-suaranya. trimakasih kawan dengan selembar ini aku sulut api yang padam, semua terang, semakin terang dan semakin terang. sampai nanti.

This entry was posted on Monday, January 30, 2012 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Comments
0 Comments

Page View

Powered by Blogger.