Sebuah jalan bercabang yang harus ku pilih untuk buka pintu yang ada disana, selagi kerikil belum terinjak, sepatu dengan erat tali mengikat, halangi perihnya yang semakin buat luka jadi berdarah, jalan ini memanglah berbeda, setelah kubuka pintu dengan gembok serta rantai rantaiya, apa yang akan ku temukan?, sarang lebah atau madu atau bahkan lebah yang siap menghantam.
Pilihan jadi pilihan,otakku semakin terpacu akan memilih diparuh waktu, sempit membuat tak bergerak, tertekan akan harapan panjang, dicendela tua ini masih tersimpan seribu pemikiran yang seringkali membosankanku, tapi seribu warnanya menyibakkan kunci jawaban yang jadi misteri kehidupan. acapkali aku bergumam acapkali aku termenung dan kadang gusar akan waktu, tapi mawar itu terlalu layu bila terus kita siram sebab terbendung air, mawar itu tetap kering bila tak ada air, sebuah pilihan tajam jadi jembatan menuntun ku merakit mawar-mawar yang masih berserak dengan genggaman jari rapuhku.
Bidadariku teriak akan ayo coba katakan yang mana kau pilih, ini adalah bukti, itu adalah nyali, dibalik tirai bambu bergeser, daunyapun berjatuhan kemana-mana, otakku hambar untuk berfikir sebab lelah aku terasa, mencoba menuai jawaban dan akhirnya aku temukan, iya aku akan melangkah kesana, entah nantinya bagaimana, aku tak peduli yang ada disana, srigala atau singa, lambat laun akan jinak begitu saja.
Dari hati ke hati dari pikiran ke aplikasi, imajinasi tak henti-hentinya menggoyahkan nafsuku untuk lakukan yang harus aku lakukan, iya aku sudah memilih, disini aku berdiri, lumut hijau itu jadi saksi, sepertinya ia juga tau akan kata-kata yang jadi ucapanku nanti. Aku pun tau bahwa yang di depan adalah sebuah misteri, menengok lorong waktu kembali kelampau rajut benang benang penuh pertanyaan yang tak kunjung henti.
