Saking asiknya kita bermain dengan jejaring sosial Facebook, kitapun lupa akan sebab akibatnya dan jarang sekali orang yang membicarakan tentang kehalalan dan keharaman dari facebook itu sendiri. Bagi umat Islam tentunya khususnya Indonesia, Facebook bukan lagi seperti barang baru, sesuai dengan pengenalan Facebook pertama kali diluncurkan tahun 2004 oleh Mark Zuckerberg secara cepat sekali sudah merambah dibenua ke benua. Pembahasan soal Halal atau Haramnya
Facebook ini sudah dibahas lama, namun postingan kali ini untuk memberi pengetahuan bagi yang belum tahu tentang hal itu. Bukan sebagai landasan atau pedoman ketika berfacebookan tapi sebagai pengetahuan dan saling belajar.
Facebook ini sudah dibahas lama, namun postingan kali ini untuk memberi pengetahuan bagi yang belum tahu tentang hal itu. Bukan sebagai landasan atau pedoman ketika berfacebookan tapi sebagai pengetahuan dan saling belajar.
Booming-nya layanan jejaring sosial Facebook menuai
kontroversi di kalangan para tokoh agama. Sehingga dahulu pernah
diberitakan bahwa pondok pesantren se-Jawa Timur dan Madura yang
tergabung dalam Forum Komunikasi Pondok Pesantren Putri mengharamkan
pemanfaatan Facebook secara berlebihan seperti mencari jodoh maupun
pacaran. Hal ini juga sesuai dengan hasil pembahasan dalam bahtsul masail di
Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtadiin Lirboyo, Kediri, Jatim.
Namun, fatwa ini akhirnya menuai protes dari para para tokoh moderat,
bahkan ada sebagian kalangan yang menilai bahwa fatwa tersebut “kolot”
dan “ketinggalan zaman”.
Sebenarnya tidak ada kontradiksi bila kita mau memadukan antara kedua
pendapat tersebut. Sebab, kami rasa kita semua sepakat bahwa Facebook
hanyalah sekadar sebuah alat saja, bukan haram secara zatnya, namun
semua itu tergantung pada penggunaannya. Maka substansi fatwa para tokoh
yang melarangnya seharusnya kita ambil faedahnya yaitu agar penggunaan
Facebook bukan untuk kemaksiatan melainkan harus diarahkan kepada yang
positif.
Syaikh Muhammad asy-Syinqithi rahimahullah berkata, “Pembagian yang
benar mengenai sikap dalam menghadapi penemuan modern Barat terbagi
menjadi empat macam:
- Meninggalkan penemuan modern baik yang bermanfaat maupun berbahaya.
- Menerima penemuan modern baik yang bermanfaat maupun berbahaya.
- Menerima yang berbahaya dan meninggalkan yang bermanfaat.
- Mengambil yang bermanfaat dan meninggalkan yang berbahaya.
Dengan pembagian penemuan modern menjadi empat ini, ternyata kita
dapati bahwa pertama, kedua, dan ketiga adalah batil tanpa diragukan
lagi, berarti yang benar hanya satu yaitu keempat.”
Tentu saja, Facebook adalah termasuk masalah kontemporer yang tidak
ada dalilnya secara khusus. Namun, bila kita telaah kaidah-kaidah
fiqhiyyah yang telah mapan, dapat kita temukan beberapa argumentasi yang
menunjukkan hukum asal penggunaan Facebook adalah boleh, setidaknya ada
dua kaidah fiqih yang bisa kita terapkan untuknya:
- Asal segala urusan dunia hukumnya boleh
Kaidah ini merupakan kaidah yang agung sekali, yaitu bahwa asal semua
urusan dunia adalah boleh sampai ada dalil yang melarangnya dan asal
semua ibadah adalah terlarang sampai ada dalil yang mensyari’atkannya.
Banyak sekali dalil-dalil al-Qur‘an dan hadits yang menunjukkan
kaidah berharga ini, bahkan sebagian ulama menukil ijma’ (kesepakatan)
tentang kaidah ini. Cukuplah dalil yang sangat jelas tentang masalah
ini adalah sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا كَانَ شَيْءٌ مِنْ أَمْرِ دُنْيَاكُمْ فَشَأْنُكُمْ ، وَإِذَا كَانَ شَيْءٌ مِنْ أَمْرِ دِيْنِكُمْ فَإِلَيَّ
“Apabila itu urusan dunia kalian maka itu terserah kalian, dan apabila urusan agama maka kepada saya.”
Bila ada yang mengatakan, “Bagaimana apabila alat dunia tersebut
ditemukan oleh orang nonmuslim?” Jawabnya: Sekalipun begitu, bukankah
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu menerima strategi
membuat parit sebagaimana usulan Salman al-Farisi ketika Perang
Khondaq?! Jadi, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima strategi
tersebut walaupun asalnya adalah dari orang-orang kafir dan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan bahwa strategi ini najis
dan kotor karena berasal dari otak orang kafir. Demikian juga tatkala
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah ke Madinah, beliau meminta
bantuan seorang penunjuk jalan yang kafir bernama Abdulloh al-Uraiqith.
Semua itu menunjukkan bolehnya mengambil manfaat dari orang-orang kafir
dalam masalah dunia dengan tetap mewaspadai virus agama mereka. Dalam
kata hikmah Arab dikatakan:
اجْتَنِ الثِّمَارَ وَأَلْقِ الْخَشَبَةَ فِي النَّارِ
Ambillah buahnya dan buanglah kayunya ke api.
Maka tidak selayaknya seorang hamba menolak nikmat Alloh tanpa alasan
syar’i dan tidak halal baginya untuk mengharamkan sesuatu tanpa dalil.
2. Sarana tergantung kepada tujuannya
Ini juga merupakan kaidah yang sangat penting dan berharga sekali.
Tidak ragu lagi bahwa dakwah, silaturrahmi, menimba ilmu, dan lainnya
merupakan tujuan yang mulia, maka segala sarana yang menuju kepada
tujuan tersebut hukumnya seperti tujuannya. Hal ini sama persis dengan
hukum menaiki pesawat terbang untuk berangkat haji, menggunakan bom,
tank, dan alat-alat canggih modern untuk jihad dan sebagainya; tidak
diragukan tentang bolehnya karena alat-alat tersebut merupakan sarana
menuju ibadah yang mulia.
Kesimpulannya, bahwa Facebook layaknya alat-alat teknologi lainnya
seperti telepon, radio, tipe dan sebagainya, bisa digunakan untuk
menimbulkan kerusakan aqidah, pemikiran, akhlak dan sebagainya tetapi
ini tidak boleh hukumnya dalam pandangan syari’at. Dan bisa digunakan
untuk hal-hal yang bermanfaat. Maka seyogianya bagi kaum muslimin untuk
memanfaatkan alat ini ini hal-hal yang positif dan bermanfaat bagi dunia
dan akhirat agar dakwah Islam semakin berkembang dan menyebar.Wallohu A’lam.

